Merdeka.com – Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyelenggarakan Investor Gathering Tahun 2017 dengan tema ‘Pembiayaan Produktif Mendukung APBN yang Berkualitas’.
Dalam kesempatan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan kembali pentingnya kerja sama antara pemerintah dan pengusaha dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Salah satunya dari keterbukaan informasi.
“Kami akan terus janji sampaikan update pada masyarakat agar tidak kaget, atau dapat dari sumber lain. Kita akan perbaiki sistem informasi. Ini akan beri kejelasan dari substansi info dan juga arah dari kebijakan, sehingga peraturan pelaku ekonomi dapat lakukan kalibrasi, rekalibrasi,” ungkapnya di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (18/12).
“Selama ini mungkin para pengusaha, pengamat, ekonom melihat Kementerian Keuangan, masing-masing direktorat jenderal mengeluarkan statistiknya sendiri,” sambungnya.
Diharapkan dengan adanya keterbukaan informasi terkait kebijakan pemerintah, para pelaku ekonomi memperoleh kepastian sebelum membuat keputusan atau rencana bisnisnya.
“Karena kejelasan akan memastikan kemampuan para stakeholder di dalam hal ini pelaku usaha akan dapat menentukan keputusan pada level mikro usaha. Dengan itu pemerintah tidak akan henti-hentinya memberikan informasi sekaligus arahan dan kejelasan kemana kebijakan fiskal, terutamanya yang menyangkut rakyat banyak.”
Mantan Direktur Bank Dunia ini pun menjelaskan perekonomian Indonesia sudah menunjukan tren yang baik, terlihat dari data realisasi sampai kuartal III-2017 yang mana pertumbuhan ekonomi tumbuh ke level 5,06 persen dari yang sebelumnya sebesar 5,01 persen. Dia pun mengatakan, bahwa untuk mencapai asumsi yang telah ditetapkan dalam APBNP 2017 tidak mudah lantaran masih adanya bayangan risiko dari global.
“Ekonomi global akan baik, namun masih terbayang risiko dan perubahan, serta beberapa faktor yang menjadi risiko,” jelasnya.
Beberapa tantangan dari ekonomi global yang disebut Menteri Sri Mulyani seperti, perubahan arah perekonomian China, kebijakan proteksionisme, reformasi perpajakan yang dilakukan Amerika Serikat (AS).
“Adanya rebalancing RRT (Republik Rakyat Tiongkok/China) mempengaruhi dunia, lalu arah kebijakan The Fed kita melihat kepemimpinan yang baru ada perubahan arahnya sendiri di AS yang pengaruhi dunia,” kata dia.
Risiko global yang masih membayangi ekonomi Indonesia juga berasal dari negara-negara di daratan Eropa yang secara politik jauh dari stabil. Salah satunya Jerman yang belum mampu membentuk pemerintahan yang baru pasca pemilu, meskipun secara ekonomi stabil.
“Maka mungkin dalam kami mengelola ekonomi ke depan, jadi kita lihat arah kebijakan di AS, Eropa, Cina, Kemenkeu juga akan perbaiki sistem informasi dan data dengan format konsolidasi,” tandasnya.
[bim]